Selasa, 22 April 2014

cerpen - Melepas Luka, Aku Siap Jomblo Sampai Nikah

Melepas Luka, Aku Siap Jomblo Sampai Nikah

Pagi tiba ! Ayam-ayam sudah mencari makan. Tukang roti telah lama berkeliling, meneteskan keringat hingga satu atau dua kali ia mengelapnya. Warung-warung siap menjajakan barang dagangannya. Aku masih mengedipkan mata sebelah kiri dan kanan bergantian.
“Ya Allah, aku telat, terkutuk lah hamba mu ini.....” baru ku sadari matahari hampir terbit. Waktu syuruk hampir tiba. Sambil bersungut aku berlari kekamar mandi, betapa bodohnya aku mau begadang menontoh bola tadi malam, padahal tugas-tugas kuliahku sudah selesai semua.  Aku malah tertarik dengan ajakan teman-teman tak bertanggung jawab ini. Apa lagi dengan tawaran jajanan malamnya. Aku memang suka mengemil, alias jajan makanan ringan yang sebenarnya sumber mala petaka. Betapa tidak gigiku sering kali sakit setelah melahap makanan super lezat itu. Terlebih lagi jika itu makanan yang mengandung coklat dan sudah dikeraskan didalam freezer. Hemmmm yumi......
“Pagi Din!” Topan menyapa ku ketika melihat aku baru selesai sholat subuh. Yap, namaku Udin bukan dari  kumpulan yang terbuang, ataupun binatang jalang ya, jaman udah berubah sob. Sedangkan si Topan ini adalah teman sekosan ku yang super rajin baik dan menyenangkan. Banyak hal positif yang dapat aku petik dari kepribadiannya. Tapi sayangnya dia tidak banyak memiliki teman. Entah kenapa aku pun tidak tau. Kupandangi wajahnya yang penuh keringat. Memang orang Jabodetabek ini rajin olah raga. Beda sama aku yang rajinnya musim-musiman, yup, aku sebenarnya dari Pekanbaru, itu-tu kota bertuah yang katanya punya marwah, berbudi luhur tinggi.
“Baru selesai joging sob ?” sambil berkemas kamar, aku mengajaknya ngobrol.
“Iya nih”
“Rame ngak tadi ?”
“Lumayan”
“Malam ini ada even seru ngak di alun-alun kota ?”
“Ngak tau sih, tapi kalau di lihat-lihat tadi aku sempat mengamati panggung setengah jadi, kayaknya baru di bangun deh tu panggung......”
“Ooh...... mungkin itu untuk acara nanti malam.”
“Emang acara apaan tu sob ?”
“Kurang tau sih....”
“Tapi acaranya ngak menyesatkan kan ?” nada nya sedikit marah.
“Iya ngak lah ......” Dia ngeloyor masuk.
Seperti hari sabtu lainnya pagi ini aku pergi ngampus bersama sohibku. Seolah pengantin baru, kami keluar kosan dengan mesra pandang-pandangan sambil tunjuk-tunjukan, seolah beratanya satu sama lain, siapa yang akan memegang kunci kosan hari ini ?
Ini sudah menjadi kebiasaan kami, sebelum berangkat ngampus tawar menawar siapa yang memegang kunci kos. Terkadang menjengkelkan saat dibutuhkan kunci kosan yang cuman satu-satunya dan jelek ini tidak ada ditangan. Pasalnya walaupun kami satu jurusan tetapi kami beda kelas, aku di kelas A sedangkan dia dikelas B. Dikampus kami sering berangkat bereng tetapi jarang sekali mendapati belajar dikelas yang sama. Setelah berpandangan cukup lama, akhirnya aku yang menjadi pemenang hari ini. Aku tersenyum kecil seperti mendapat sebuah penghargaan besar dan kekuasaan penuh terhadap kosan kecil yang ukurannya sendiri sebenarnya tidak cukup besar. Bagaimana tidak, ukurannya hanya cukup untuk kami berdua, ditambah lagi dengan barang-barang yang cukup merepotkan karena sangking banyaknya.
“Kreek....” pintu kosan kecil, berkamar dua, tanpa dapur dan satu kamar mandi ini terbuka. Tak ada tanda-tanda kehadiran maling.
“Assalamualaikum.” Salam ku, memulai langkah masuk kosan tercinta.
“Sooop, malam ini kita harus ikut....... !” teriakan Topan dari pintu masuk kos.
“Ada apa emangnya sob ?” tanya ku heran, sambil menerka-nerka ada apa malam nanti.
“Itu ada konser amal, yang hadir, tau ngak lu ....?”
“Siapa ?” aku mendekat ke pintu, dengan nada berbisik?”
 “Itu ada grup band Wali, Gigi, Ungu dan lain-lain. Lu pasti ngak akan nyesal deh...!”
“Yang bener, harga tiketnya berapa ?” Sebenarnya ajakannya masih menggantung di hati ku. Maklumlah, aku anak kosan yang paling irit sekelas. Tapi temenku ini lebih irit lagi, bakan super duper irit.
“Murah kok, tiketnya udah ada ditangan, lu tinggal ikut aja, asalkan  membawa uang dan rela datang lebih awal .... gimana ?”
“Boleh deh, tapi serius ni berapa harga tiketnya ?”
“Udah tenang aja, ikuti aja instruksi gwe dengan baik dan bener. Lu ngak akan nyesel pokoknya. Ok.”
“Ok aku ikut, tapi berapa ni harga tiketnya ...” aku makin bungung dengan acara nanti malam. Apalagi kalau bukan sohib ku yang satu ini, suka main rahasia-rahasiaan, ditambah lagi hanya tersenyum-senyumnya yang kelaur ketika ditanya masalah harga tiket.
Kali ini aku merasakan acara yang akan kami ikuti akan ramai dikunjungi, terlebih lagi kami berangkangkat jauh lebih awal dari jadwal yang ada. Aku sendiri tak tau mengapa, yang jelas sekarang semua ku percayakan pada sohib serba tau tapi kadang-kadang sok tau juga. Dan parahnya lebih sering aku jadi korban sok taunya.
“Ayo cau !” ajaknya dengan pakaian rapi dan harum semerbak bunga kasturi.
“Ok bos. Sabar !” dikonser malam ini aku mengenakan baju koko plus celana berbahan kain yang katanya itu juga menjadi syarat mutlak agar dapat masuk. Aku sekali lagi hanya mengikuti dan pecaya. Apa boleh buat, berlaku bandelpun tak ada gunanya kali ini, aku hanya pasrah mengikuti saran ini itu, kadang tanpa pemberitahuan atau kertas pengunguman dia merubah kata-katanya. Sekali lagi aku hanya mengikut saja.
“Maaf, Mas dari perwakilan mana ?” tanya seorang dikursi registrasi panitia. Pak tua itu hanya seorang diri duduk melayani tamu-tamunya yang masuk ke alun-alun kota Bandung ini. Tak banyak memang orang yang sudah datang jika dibandingkan dengan area 1 hektar alun-alun ini. Apa beneran ini acara konser ? kenapa didalam alun-alun tersusun repi kursi-kursi kondangan ? kenapa juga semua tamu mengenakan pakaian serba muslim ? aneh memang, atau hanya perasaan ku saja yang aneh. Pemandangan aneh ini mengganggu mata sampai kefikiran ku. Selama keasyikan memandangi pemandangan tidak indah, malah mengherankan ini sohibku malah menganggunya.
“Hoi, melamun aje lu, kayak kunti merindukan anak orang, sini uang lu gopek ) !”
“Ha... ooh, iya, iya ni !” tanpa pikir panjang ku keluarkan uang pecah ribuan dari kantong ku. Setelah dipersilahkan masuk, ku pikir kami tidak akan mendapat tempat dukuk, karena murahnya harga tiket tadi. Setelah diarahkan panitia penyelenggara yang tampangnya ramah bukan main itu, ternyata kami mendapat kursi ke lima dari barsan depan, tepatnya pinggir sebelah kiri. Tak mewah memang kursi yang kami dapatkan, tapi ini sudah memenuhi syarat kelayakan kursi untuk duduk. Apalagi urutannya tak jauh-jauh amat dari panggung.
 Sambil menunggu aku sempatkan bertanya ke pada sohib ku, hal-hal yang menjadi buah pikiran ku tadi. Tapi kebanyakan dari pertanyaanku hanya dijawab dengan senyum sok manisnya. Dengan berseri-seri dia hanya mengatakan,
“Udah tenang aka lu, kan disini ada gwe, bakalan asik deh.”
Menyebalkan memang sikapnya itu. Tapi kesolehan dan kerajinannya ku akui lebih hebat dari ku. Bahkan pria yang seumuran dengan ku ini tak tanggung-tanggung puasa senin-kamis hampir tak pernah dia tinggalkan. Sedangkan aku malas-malasan berpuasa, meski aku tau manfaatnya, toh itu kan hanya sunnah.
“Assalamu’alaikum warohmatullah wabarokatuh, apakabar para hadirin yang dirahmati Allah  SWT, alhamdulillah tentunya, tapi alhamdulillah baik apa lagi ngak baik ni ?” sapa hangat  pembawa acara, menandakan acara baru saja di mulai.
“Baik.” Jawabku pelan, sambil menihat sekeliling ku. Ternyata alun-alun telah di penuhi dari mulai bapak-bapak sampai anak-anak kecil datang. Apa lagi yang mereka cari selain menonton acara konser yang katanya akan berlangsung lama nanti. Tapi di acara kali ini aku merasa malas, bagaimagaimana tidak dari semua penonton yang ada, mereka hanya mengenakan pakaian biasa. Berkali-kali aku menoleh kekanan dan kekiri, ku dapati mereka yang tidak berpakaian muslim hanya berdiri-diri saja sambil menonton. Dan antara pria dan wanita duduk terpisah, pria duduk di sebelah kanan alun-alun dan wanita sebaliknya yaitu disebelah kirinya. Tak ku sangka ternyata alun-alun telah dipenuhi pengunjung dari tukang kecang rebus di pinggi pagar, yang sebenarnya hanya ingin menjajakan dagangannya kareana disini terlihat rame, sampai pengendara motor yang tertarik melihat keramaian dari tepi jalan. Memang alun-alun ini di kelilingi jalan untuk memudahkan pengguna kendaraan bermotor lewat atau hanya sekerdar berkeliling. Dari barisan kursiku telah penuh dengan para orang tua dan kelihatan mereka semua itu orang yang penting dan berpendidikan. Aku ini apa, masuk hanya membayar gopek, sama sekali tak berharga, jadi canggung rasanya berada disini, aku jadi gelisah hingga membuat kursi besi yang lumayan nyaman itu berbunyi.
“Sttttt...... Bisa diam ngak ?” matanya mengancam ingin memulangkan ku, jika aku terus begini. Wah bahaya ini, harus diikuti, nanti aku diapa-apain lagi sama dia. Aku hanya membalasnya dengan senyumku yang cukup manis. Itu sih kata wanita-wanita dikelasku.
Acara dibuka dengan sambutan dari Wali Kota Bandung, lagi-lagi aku tak menyangka selain grub band, acara ini dihadiri juga oleh orang-orang penting. Mungkin ini yang menyebabkan kursi-kursi mewah diletakkan didepan tenda, dan alun-alun dipagar, walau hanya dengan tali rafia, ini untuk menandakan membatasi antara luar dan dalam alun-alun. Tak kusangka acaranya makin membuatku bingung. Ini acara resmi atau acara tak resmi, kenapa harus menghadirkan Bapak Walikota segala ? acara apa ini sebenarnya ? pertanyaan yang sebenarnya tak perlu itu terus-terusan begelantungan dibenakku.
“Baiklah, selanjutnya siapa lagi yang akan kita hadirkan kang ?”
“Hmmm... mungkin Group Band Wali, atau Gigi, atau  ...”
“Atau siapa kang !”
“Siapa lagi kalau bukan bintang tamu yang spesial... bahkan sangat spesial.... “
“Ok. Langsung saja kita pnggilkan... Waliiii Band, JODI, Jomblo Ditinggal Mati !!!”
semua tersorak mendengar dan bertepuk tangan keras mendengar percakapan duet pembawa acara yang saling sautan-sautan, seperti burung murai yang merdu suaranya itu.
Aku tak kalah kencang berteriak dan memberi tepuk tangan. Dan tanpa henti seluruh penontoh bergumam ikut bernyanyi melantunkan irama lagu dari Group Band terkenal ini.
“Demikianlah acara malam hari ini, semoga acara  ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan seklai lagi kami ingatkan, pada hari rabu esok akan ada pendaftaran Training Leadership muslim/muslimah yang diadakan oleh Forum Mahasiswa Muslim Bandung, acara ini di khususkan untuk remaja berumur 15-23 th dan disponsori oleh pemerintah Kota Bandung. Jangan lupa ya. Kita tunggu kehadirannya....”
Setelah kata-kata penutup itu, pengunjung membubarkan diri dari acara, kalau aku bilang ini sih acara yang sangat meriah. Tak terlalu larut memang acara ini berlangsung. Jam 10.30 malam tepat kami, aku dan Topan sampai dikosan. Setelah menegak seteguk air sebagai pelepas dahaga, kami memulai diskusi.
“Pan, aku masih ngak ngerti sama acara tadi ? kenapa alun-alun harus dipagar dan mengapa kita bisa duduk bersama-sama kalangan bapak-bapak lagi duduknya ?”
“Iya itu karena kita diundang. Undangannya ku dapat dari bapak ketua Ustad.”
“ooh, kau ikut ngak acara training Training leadership minggu depan ?”
“Iya, Insyaallah, lu ?”
“Ok, siap !” dengan semangat berapi-api ku, dan mengepalakan tangan, alias gaya lebay
peliharaan ku selama ini, ku tunjukkan semangat ku.
***
Hari yang ditunggu-tunggu telah datang. Tak sadar semangat ku kali ini semakin berapi-api lagi. Minngu ini adalah minggu yang membuat ku sangat raji, bahkan mengalahkan teman kosku ini. Karena acaranya akan dimulai sore sabtu sampai sore miggu aku sengaja mempersiapkan alat tempur, mulai dari sarung sampai body lation anti nyamuk tertata rapi di tas gunung ini. Semua telah di persiapkan dengan matang dan tertata rapi.
“Ayo berangkat” ku teriak kepada Topan.
“Sabar Din....” keluhnya, merasa telah dipojokkan teman malasnya ini.
Sesampainya dilokasi pertempuran, dengan semangat berapi-api aku langsung masuk kedalam, malakukan pendaftaran, dan secepat kilat telah berada di dalam aula mesjid raya Bandung ini. Beberapa menit kemudian, panitia datang, wajahnya yang berseri, mulai mebuka acara dan membacakan tata tertib acara.
Semangat ku yang berapi-api membuat ku mempunyai tanaga lebih, bahkan dalam acara ini aku sanggup tudur 4 jam, memang lebih sedikit dari waktu tidurku, ditambah lagi kegiatan ini sama seperti kegiatan pelatihan training lainnya. Melelahkan, itu sih kata temanku. Apapun kegiatannya aku telah siap dengan semua situasi termasuk rasa lelah yang harus dilawan. Apalagi dalam acara ini, peserta akan mendapatkan sertifikat yang didalamnya terdapat nilai bagi para peserta. Penilaiannya dilihat dari keaktifan dan kuisioner yang diberikan kepada peseta setiap malam. Apa lagi malam harinya, banyak kegiatan-kegiatan yang sangat menggugah hati ku, apapaun itu, semua ku jalankan dengan semangat berapi-api.
Malam ini diawali dengan sholat isya berjamaah, kami para peserta mendapatkan ceramah-ceramah singkat. Kata-kata indah keluar dari mulut pemateri, nada datarnya menguji semangat ku. Aku takkan kalah. Kedua mata kecil ku tertutup setengah seperti terhipnotis untuk masuk ke alam bawah sadar alias tidur. Sekuat tenaga ku tahan keinginan ini. Tak ku sangka berat sekali ternyata menahan kantuk itu. Setelah selesai materi seperti ceramah tadi, kami diungsikan kedalam ruangan sekretariat LDK mesjid, disana telah di siapkan tikar dan meja-meja kecil. Unutk apapun itu aku tak peduli, yang penting semangat membara aku bisa melewatinya.
“Asalamualaikum, teman-teman seiman, syukur kita masih diberikan nikmat sampai hari ini. ....” kata-kata pembuka dari panitia, untuk memulai kegiatan evaluasi setelah sebelumnya mengumpulkan kami duduk melingkar ditengah ruangan. Entah apa yang akan evaluasi, aku tak mengerti memang acara seperti ini.
“Baik, saudara semiman seperjuangan, kali ini kita akan membahas mengenai kegiatan tadi. Hal pertama yang akan saya sampaikan adalah kegaitan setelah sholat isya tadi. Apakah teman-teman merasakan rasa kantuk ?”
“Iya, sangat mengantuk” balas salah seorang diantara kami.
“Mengapa demikian, tentunya ini berhubungan erat denga kebutuhan jasmani. Terlebih lagi dengan nafsu yang kita miliki masing-masing. Nafsu merupakan senjata syetan untuk menyesatkan manusia, sedangkan senjata manusia adalah iman. Jika iman kita lebih lemah dari nafsu, maka yang terjadi adalah seperti tadi. Kita kalah dengan rasa ngantuk, padahal kalau dipikir-pikir kantuk tadi hanya ada saat dikegiatan dimesjid tadi. Disini saya melihat temana-teman semua segar-segar, benar kan ?” mandengar pernyataan itu kami saling pandang-pandangan antara sesama peserta seolah mengerti. Tanpa menunggu jawaban kami panitian yang katanya akan menjadi mentor atau pembimbing kami ini melanjutkan kata-katanya.
“Disamping itu, ini lah saatnya saya dan teman-teman sekalian manyadari betapa lemahnya kita selama ini, apa lagi soal wanita, benar bukan ?” kembali pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban terlontar dari mulutnya.
“Baik, sekarang mari kita rasakan dan kita evaluasi semua kegiatan keseharian kita, dari mulai akhil baligh hingga saat ini.....”
Tak ku sangka ternyata itu yang dimaksudkannya. Aku cukup kuat untuk menutupi perasaan ku, perasaan yang telah lama ku pendam dalam-dalam. Sekarang malah ditanya, nasib cinta ku mamang malang, diputusin tanpa sebab yang jelas, padalah talah ku berikan semua keinginan wanita tak bertanggung jawab itu. Malang memang nasib pria berkulit hitam manis yang ceria ini. Dengan berat hati aku jujur demi kelancaran acara ini, biarlah aku mngingat kesakitan ku ini. Ku tarik nafas berkali-kali sebelum menceritakan semuanya. Kemudian, awal mulai mata ku sudah perih, lalu berlinanganlah air mata, ku ceritakan semua kisah ku, perjalanan cinta ku selama 3 tahun di SMA, menyakitkan memang bila mengenangnya kembali. Tak hentinya wajah jelek ku ini terlihat peserta yang lain,aku tak peduli, banyak yang melihat aku lemah, tapi inilah aku memang lemah dengan kaum wanita. Bagai gajah yang terkena bisa ular, lamah, lunglai, perih, barkali-kali ku pegang dada ini dan kutarik nafas dalam. Semua terasa menghimpit, oksigen terasa sangat sedikit didalam ruangan ini. Selesai ku bercerita, air mata ku tak habis-habis mengalir, meski aku mengelapnya berkali-kali, hingga tak sadar tangan ku basah bukan karena keringat. Hanya itu masa gelap ku yang selama setahun ini ku pendam dalam. Mentor yang baik dan tampak ramah itu mendekat dan merangkul ku serta mengusap punggungku.
“Sabar ... itu adalah ujian dari Allah SWT  !” mentor ini menyemangati ku.
Selesai semua peserta mengungkapkan isi hatinya mengenai kaum misterius tapi sangat dibutuhkan itu.
“Kita memang pemimpin rumah tangga nanatinya, tapi disamping itu kita butuh penyejuk hati dan pemberi semangat. Adalah tugas wanita yang nanti akan menjadi penenang jiwa suami dan penyemangat setianya. Kita sebagai calon suami harus siap dalam menghadapi semua masalah yang ada di dalam rumah tangga kita nantinya. Banyak rumah tangga yang berantakan dikarenakan saat muda mereka hanya mencoba tanpa memperbaiki diri. Disinilah saatnya kita orang-orang beruntung yang terpilih merubah masa kelam kita, masa lalu kita, kita perbaiki saat ini.” Terang mentor ini dewasa. Setelah mengungkapkan masa lalau yang mengerikan, menurutku itu, aku dan peserta lainnya diajak bersiap untuk pergi ke dalam mesjid. Ntah mau apa kami nanti disana, kami mengikuti dengan wajah cerah setelah muram seram menceritakan masalalu. Tak satupun dari kami yang mempu menahan air matanya ketika mengenang kisah mengerikan itu.
***
“Baik disini adik-adik sekalian akan saya pandu menjalankan sunah malam yang perlu diterapkan untuk mengobati hati adik-adik sekalian.” Sambut salah seorang ustad, ternyata dia telah lama menunggu kami dari tadi.
“Sekarang adik-adik duduk berbaris, kita mulai kegiatan malam ini dengan membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an sekitar 30 menit. Ini tidak lama, hanya sebentar, adik-adik ditahan ya rasa kantuknya, jika merasa ngantuk, silahkan izin ambil wudhu kembali.” Terangnya kembali.
Aku merasa saat inilah tuhan akan menunjukkan cara mengatasi rasa sakit ini.
“Alhamdulillah, kita semua sudah membaca Al-Qur’an, kemudian mari kita lanjutkan dengan zikir bersama, untuk hal ini akan dipimpin oleh Pak Ustad sendiri, silahkan Pak Ustad.” Potong salah satu panitia. Dengan hati sedikit lega kami mengikutinya. Alhamdulillah ya Allah, hatiku merasa sedikit lebih baik.
Zikir selesai, dari tadi kami hanya mengikuti dalam hari, hikmat memang suasana malam ini. Apalagi untuk menangis sepuas-puasnya, diperbolehkan. Ini lah kesempatan ku untuk melepaskan semuanya, kejanggalan dalam hati ini. Hingga sakit hati ini, sembuh, seperti noda hitam di kain putih hilang tak bersisa lagi. Harapan ku malam ini.
Setelah zikir, kami semua di ajak merenung, ini seperti renungan umumnya, suasana sunyi, pencahayaan kurang, nada-nada haru dari mulut sang ustad, suara tangis yang pecah dari peserta. Dan aku juga menikmatinya. Mungkin inilah jalanku. Belum kering air mata ku, lampu langsung dinyalakan tanpa permisi, mata ku sedikit berkunang-kunang dibuatnya, kemudian muncul secarik kertas dari arah belakang.
“Silahkan dibaca, kemudian dihafal. Itu adalah bacaan dan tata cara sholat-sholat sunah yaitu sholat tasbih, tahajud serta witir dan sholat-sholat sunah lainnya. Saran saya kerjakan semampunya dahulu. Dimalam berikutnya kemudian baru ditambahkan dengan sholat sunah yang lain. Nah, jika kalian ingin sholat tahajut, nanti setelah sholat tasbih, kita tidur sebentar. Nanti saya yang akan bangunkan. Baik sekarang mari kita pelajari dahulu tata caranya.” Sang ustad memandu dengan lembut. Sepertinya ia akan mengajari sampai seluruh peserta mengerti dan bisa melakukannya sendiri-sendiri.
Inilah saatnya aku mengadu kepada Tuhanku, Allah SWT, Maha Pemurah, Maha Pengampun pastinya. Ku yakin malam ini segala dosa-dosa ku diampuni. Bergetar rasa hati ini, mengingat Tuhan, meminta ampunannya, seperti hal yang tidak mungkin mengingat betapa banyaknya dosa yang ku buat. Tapi ku tak gentar. Rakaat pertama, seluruh tangan dan kaki ku bergetar, mulutku juga ikut-ikutan, ini bukan getaran yang biasa, seluruh anggota tubuh ku seolah juga mengikutiku memohon ampun dengan sangat. Perutku terasa tidak nyaman, tapi pernafasanku normal-normal saja. Sekali lagi mata ini tak mampu menahan air mutiara, mengiringi sholat ku. Aku benar-benar merasakan kekuatan yang Maha Sempurna sedang ku hadapi, kekuatan itu seolah bertanya kepada ku, apakah benar kamu mau bertobat dengan sungguh-sungguh ? Ku nikmati setiap gerakan sholat ini.
Selesai sholat tanpa di komando aku tertidur disebelah sejadah ku.
“Dik, bangun, ini sudah sepertiga malam, mari kita sholat sunah berikutnya.” Perintah mentor ku. Merasa tak ingin berlama-lama terkulai dalam mimpi, aku bangkit, mengambil wudhu, kemudian melanjutkan proses tobat ku. Kali ini aku merenung, dari dengan diriku sendiri, bertanya dalam hati kepada tangan, kaki, mata, mulut, seluruh panca indra, sudahkah di gunakan denganbaik. Mengingat dosa-dosan yang selama ini ku lakukan, dari dosa-dosa kecil sampai dosa besar, apa lagi soal wanita. Kenapa aku ini sangat lemah terhadap mereka ? ataukah aku memang lamah, tidak aku hanya perlu ampunan dan memperbaiki diri. Dengan begitu wanita idaman ku, wanita setia itu akan datang tanpa ku cari dengan cara yang salah, pacaran. Memang itu salah, bahkan salah besar. Tangan ku bergetar mengenangnya, dosa-dosaku, mulutku terasa gatal dan panas, seolah itu hukuman buat ku, sekali lagi, aku menangis, Ampun Ya Allah....
***
“Hei, bangun Din....” Guncangan Topan, sahabatku yang tidur disebelahku ini membangunkan dengan pelan.
“Iya, iya” aku bergumam, menerti ajakannya. Sholat subuh ini kunikmati. Kali ini aku tak telat menjalankan sholat yang luar biasa ini.
Acara hari ini akan dimulai dari jam 7 nanti pagi, setelah sarapan pagi. Sebelumnya aku terus berfikir tentang apa yang kurasakan tadi malam, itu semua seolah mimpi, terasa nyata, melegakan perasaan hati ini. Bahakan badanku terasa lebih ringan. Malam tadi seperti aku diberi hadiah ruh dan jiwa yang bersih. Apa lagi ketika zikir ku yang terakhir, aku merasa damai dan tenang didalam hati ini. Aku merasa jiwa ku kembali suci bersih dan.... huh leganya, terasa plong.
Tak salah lagi jika kegiatan ini diikuti dengan aktif dari pesertanya. Terlebih lagi aku, dengan perasaan suciku, semua materi dengan mudahnya ku terima.
***
“Demikianlah acara kita akhiri, sebelum acara penutupan izinkan saja mengucapkan terimakasi yang sebesar-besarnya kepada semua peserta yang telah memenuhi undangan kami.” Salam penutup ketua panitia saat materi terakhir kami di ruangan aula.
“Apapun yang kalian lakukan setelah ini, kami berharap kalian mampu mengamalkan semua ilmu yang telah teman-teman dapatkan disini, terlebih lagi nanti diorganisasi masing-masing. Kami ingin teman-teman mampu mengajak orang disekitar teman-teman agar mau mengikuti sikap teman-teman yang baik-baik saja tentunya. Dan tak lupa pula saya haturkan banyak-banyak terimakasi, karena peserta dalam acara ini adalah peserta pilihan dari rekomendasi dari ustad-ustad Kota Bandung dan merupakan acara sambungan dari konser amal minggu lalu. Tiket masuk itu lah yang kami gunakan untuk dana acara ini. Sekali lagi terimakasi.” Sambung panitia lainnya.
“Dan saya sebagai mentor kalain, ingin menyampaikan, ini adalah awal yang baru, jadilah pribadi yang baru, ikutilah Rasulullah sebagai teladan mu, Rasul tidak pernah pacaran, dia jomblo, dan dia bahkan lebih baik memikirkan masalah umat, orang-orang disekitarnya pada saat itu dari pada memikirkan wanita, dan teman-teman terimakasi telah berpartisipasi dalam acara ini, kalian aktif sekali, saya suka gaya kalian, pertahankan.” Kata-kata mentor kmai menutup materi sore ini.
Hatiku sedikit tidak rela, aku masih ingin berlama-lama disini, berkumpul dengan orang-orang luar bisa. Kini tibalah saat penutupan. Diakhir penutupan diumumkan peserta dengan motifasi tertinggi dalam mengikuti acara ini. Aku tak terdulu, tapi dalam hati ingin juga sekali-kali meraih penghargaan.
“Sebelum kita tutup ni, ada sedikit pengunguman peserta harapan, apa itu peserta harapan ? peserta ini adalah peserta yang memiliki motivasi tinggi dalam mengikuti kegiatan ini dan kami memandang dia memiliki perubahan sikap antara sebelum dengan sesudah mengikuti pelatihan ini. Dan peserta itu adalah.... hm.. Muhammad Udin.”
Aku terkejut, ternyata namaku yang dipanggil bukan si Topan. Aku maju dengan ragu-ragu. Senang, malu, bangga, semua rasa itu bersatu. Tak ku kira, hadiah yang ku dapat ternyata lebih indah dibandingkan hanya memikirkan wanita yang tak jelas bentuk dan rupanya kini itu. Terlintaslah dibenakku satu keinginan seumur hidup. “Aku tidak akan pacaran lagi sebelum menikah, wanita itu halal untukku, aku akan menjadi seorang pelopor Jomblo Sampai Nikah.” Gumamku dalam hati sambil menggenggam tangan erat-erat.
Setelah dipersilahkan maju aku maju, menunjukkan wajah berseri-seri bahagia, tak perlu kata-kata untuk menunjukkannya, cukup dengan wajah ini yang mengatakan hari ini memang indah.
“Dimohon dari peserta harapan menyampaikan harapannya dan apa yang akan dilakukan setelah acara ini berkahir.” Pinta seorang panitia kepada ku.
“Hm... harapan ku adalah semua penyelenggara acara dan yang mengikuti selalu sehat serta kita semua dapat memetik hal positif dari kegiatan ini, dan setelah acara ini aku akan menjadi pelopor muslim jomblo sebelum nikah. Mohon do’a dan dukungannya semuanya. Terimakasi.” Balasku menjawab tanpa kata-kata ragu. Seluruh peserta tepuk tangan seolah mendukung cita-cita mulia ku ini.
Acara penutup selesai, semua barang yang telah kami, aku dan Topan, siapkan dari dari pagi siap dibawa pulang. Ini adalah langkah pertama ku. Aku merasa siap menngemban amanah ini.
“Lu serius sob dengan kata-kata lu tadi ?” tanya sohib ku ini memastikan.
“Iya aku serius.” Aku mulai melangkah meniggalkan lokasi acara, ini akan menarik, aku tak akan menyerah lagi dengan yang namanya wanita, lihat saja Tuhan, kepalan tangan ku makin keras menggambarkan semangatku yang berapi-api, aku kali ini siap mengemban amanah mu menjadi Pelopor Muslim Jomblo Sampai Nikah.

-sekian-





by Arif Sucipto